Jumat, 09 November 2012
Di bidang pemikiran, Islam
tradisional sebenarnya adalah suatu ajaran yang berpegang pada Al-Qur’an,
Sunnah Nabi, yang diikuti oleh para Sahabat dan secara keyakinan telah
dipraktekkan oleh komunitas Muslim (Ahlu al Sunnah wa al Jama’ah), memegang dan
mengembangkan ajaran fiqh scholastic madzhab empat. Sayyed Hossein Nasr
mencatat salah satu kriteria pola keagamaan tradisional adalah digunakannya
konsep silsilah; mata rantai kehidupan dan pemikiran dalam dunia kaum
tradisional untuk sampai pada sumber ajaran. Dalam bahasa Fazlur Rahman,
kelompok tradisional adalah mereka yang cenderung memahami syari’ah sebagaimana
yang telah dipraktekkan oleh ulama’ terdahulu.
Pendidikan
secara umum sebagaimana dikatakan oleh Philip
R. Wallace tentang pendekatan konservatif, pendekatan konvensional
memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru
mengajarkan materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada
siswa, sedangkan siswa lebih banyak
sebagai penerima. Dalam proses pembelajaran bahasa
misalnya, dalam pendekatan konvensional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(a) lebih berpusat guru; (b) fokus pembelajaran lebih pada struktur
dan format bahasanya (ilmu bahasa); (c) guru berbicara, siswa mendengarkan; (d)
para siswa melakukan kegiatan sendiri; (e) guru selalu memonitor dan
mengoreksi tiap-tiap ucapan siswa; (f) guru menjawab pertanyaan para siswa
tentang (ilmu) bahasa; (g) guru yang menentukan topik atau tema pembelajaran;
(h) guru menilai hasil belajar siswa; dan (i) kelas tenang.
Menurut Ujang Sukandi (2003: 8)
mendeskripsikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru
mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi,
tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu,
dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Di sini
terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses
pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pen-transfer” ilmu,
sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu. Institute of
Computer Technology (2006:10) menyebutnya dengan istilah “Pengajaran
tradisional”. Dijelaskannya bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada
guru adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan di
sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran model ini dipandang efektif,
terutama untuk:
- Berbagi
informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.
- Menyampaikan
informasi dengan cepat.
- Membangkitkan
minat akan informasi.
- Mengajari
siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
B. Pola Pendidikan Tradisional
Pola Pendidikan
tradisional adalah pola pendidikan yang dirancang berorientasi pada masa lalu.
Yang menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pola pendidikan ini banyak
diterapkan di pondok Pesantren Salafiyah Pendidikan Tradisional:
- Guru
berbicara murid menyimak.
- One man
show dimana guru menjadi satu-satunya pelaku pendidikan.
- Tatanan
bangku berurut.
- Otoritas seorang guru lebih
diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya.
- Masih
diberlakukan bentuk hukuman bagi siswa yang tidak taat.
- Pembelajaran
di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan
sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini.
- Penekanan
yang mendasar adalah pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh siswa
dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolok ukur
keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi siswa diabaikan.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai
beberapa kelemahan sebagai berikut:
- Tidak
semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.
- Sering
terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang
dipelajari.
- Pendekatan
tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.
- Pendekatan
tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak
bersifat pribadi.
C. Proses Kurikulum
Proses
kurikulum memiliki 4 unsur,yaitu:
1) Keputusan tentang tujuan institusi pendidikan
2) Keputusan tentang metode mengajar
3) Keputusan tentang materi pembelajaran
4) Keputusan tentang evaluasi pendidikan
1) Keputusan tentang tujuan institusi pendidikan
2) Keputusan tentang metode mengajar
3) Keputusan tentang materi pembelajaran
4) Keputusan tentang evaluasi pendidikan
1.Keputusan tentang
tujuan institusi pendidikan
Unsur keputusan tentang tujuan
institusi pendidikan dalam proses kurikulum terkait dengan visi misi dalam
proses kurikulum terkait dengan visi misi yang ditetapkan oleh sekolah.instansi, dalam bentuk apa
visi ditentukan dan bagaimana cara supaya sekolah dalam melaksanakan visi itu
sendiri, dengan tidak mengabaikan stakeholder. Dalam menjalankan visi hal ini
akan berkaitan dengan misi sesuai yang dibutuhkan yaitu melengkapi sarana dan
prsarana yang dibutuhkan yang berupa sarana fisik maupun non fisik.
Dalam perspektif
pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Tujuan-tujuan
pendidikan mulai dari pendidikan nasional sampai dengan tujuan mata pelajaran
masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh karena itu perlu dioperasionalkan
dan dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang hendak
dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran.
2.
Keputusan tentang metode mengajar
Unsur keputusan tentang metode mengajar dalam proses kurikulum erat
kaitannya dengan misi sekolah, dimana sekolah dalam hal ini lebih khusus lagi
guru sebagai pelaksana dan pengembang kurikulum harus mampu memutuskan metode
mengajar yang bagaimana yang sesuai dengan materi ajar dan disesuaikan pula
keadaan siswa. Termasuk mendesain intruksional atau
memutuskan untuk menentukan model-model pembelajaran yang tepat, sehingga visi
dan misi sekolah dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Strategi
pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan
tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat
informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek
yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik
pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik)
secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung
lebih bersifat tekstual.
Strategi
pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan
progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam
suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik
secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk
memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang
menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual,
metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian
dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses
dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, observasi,
simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini,
guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator,
motivator dan guider.
Sebagai fasilitator,
guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan.
Sebagai motivator,
guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat
belajar dengan baik.
Sebagai guider,
guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya
secara personal.
Dalam proses pembelajaran bahasa
misalnya, dalam pendekatan konvensional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(a) lebih berpusat guru; (b) fokus pembelajaran lebih pada struktur
dan format bahasanya (ilmu bahasa); (c) Guru berbicara, siswa mendengarkan; (d)
para siswa melakukan kegiatan sendiri; (e) Guru selalu memonitor dan
mengoreksi tiap-tiap ucapan siswa; (f) guru menjawab pertanyaan para siswa
tentang (ilmu) bahasa; (g) guru yang menentukan topik atau tema pembelajaran;
(h) guru menilai hasil belajar siswa; dan (i) kelas tenang.
Selanjutnya,
dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya
penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi
pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti
dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih
dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam
pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap
muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik
lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai
director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik
sesuai dengan apa yang telah dirancang sebelumnya.
Berdasarkan
definisi teknologi pendidikan yang sekarang, dapat diidentifikasikan empat pola
dasar pembelajaran yang dapat diorganisasikan. Pola pertama merupakan
pola tradisional dalam bentuk tatap muka guru-siswa. Dalam pola ini guru, yang
bertindak selaku Komponen Sistem Instruksional, merupakan satu-satunya sumber.
Pola ini dapat digambarkan dalam diagram berikut: PEMBELAJARAN TRADISIONAL
(MORRIS, 1963). Pola kedua merupakan guru dengan “alat bantu
audiovisual” untuk membantu kegiatan pembelajaran. Pola ini masih tetap
memandang guru sebagai Komponen Sistem Instruksional yang utama, dengan sumber
belajar lain (seperti Bahan Pelajaran, Perangkat Keras, Teknik, Latar Kegiatan
Belajar) yang dipergunakan sebagai tambahan. Morris menyebut pola ini “guru
dengan media” PEMBELAJAR TRADISIONAL (MORRIS, 1963). Pola instruksional ketiga mengandung pemanfaatan sistem
instruksional yang lengkap, meliputi pembelajaran bermedia di mana guru
terlibat dalam merancang dan menilai serta menyeleksi, maupun berperan dalam
fungsi pemanfaatan untuk hal-hal yang belum tercakup dalam sistem
instruksional. Sebagian besar proses pembelajaran diberikan melalui sistem
instruksional yang telah dirancang sebelumnya, dan yang terdiri dari Komponen
Sistem Instruksional yang bukan manusia (Bahan, Peralatan, Teknik, Latar). Pola
instruksional keempat meliputi penggunaan sistem instruksional lengkap yang
hanya terdiri dari pembelajaran bermedia, di mana guru tidak berperan langsung,
pendekatan “media saja”. Kombinasi berbagai pola instruksional dasar tersebut,
dapat ditunjukkan sebagai
berikut ini:
a. Sistem Instruksional
Heinich
(1970) mengajukan “Model tentang Paradigma Pengelolaan Instruksional” yang
sejalan dengan ringkasan diagram Morris, bedanya Heinich menunjukkan dengan
jelas hubungan terkendali antara guru kelas dan guru bermedia. Heinich
memandang kegiatan kelas yang tradisional sebagai “guru dengan media”, yang
meliputi apa yang oleh Morris disebut “pembelajaran tradisional” dan “guru
dengan media”. Heinich lebih lanjut menekankan bahwa dalam kegiatan ini guru
kelas menguasai semua media, dan keputusan untuk menggunakan atau tidak
sepenuhnya ada dalam kewenangannya.
b. Suatu Model Paradigma Baru Pengelolaan
Instruksional
Pola
hubungan kedua Heinich menunjukkan
“pembagian tanggung jawab” antara guru kelas dan guru bermedia. Pola ini
meskupun mirip dengan diagram Morris “guru dan media”, namun lebih eksplisit
mengenai kendali oleh guru bermedia. Pengaturan
ini memungkinkan sistem yang bersifat adaptif, meskipun tetap mempertahankan
keunggulan “mutu pengajaran dalam arti luas” melalui media. Dengan kata lain
siswa menggunakan sebagian waktunya dengan guru bermedia dan selebihnya dengan
guru kelas. Bukan guru kelas yang memutuskan apakah siswa perlu belajar dari
guru bermedia atau tidak. Keputusan tersebut ditetapkan pada tingkat perencanaan
kurikulum. Pola ketiga oleh Heinich menunjukkan di mana seluruh pembelajaran
dilakukan oleh guru bermedia. Pola ini mirip dengan pola “media saja” dalam
pola ini guru kelas sebagai Komponen Sistem Instruksional insani, tidak
terlibat dalam fungsi pemanfaatan. Guru bermedia tidak mencapai siswa melalui
guru kelas, dan tidak pula berbagi tanggung jawab dengan guru kelas. (Heinich,1970).
Oleh
karena itu, teknologi pendidikan di samping mempunyai dampak pada pengambilan
keputusan instruksional pada tingkat-tingkat yang tinggi, juga memungkinkan
adanya empat pola pembelajaran yang berbeda. Keempat pola ini bila dinyatakan
berdasarkan definisi yang sekarang, dapat diringkas sebagai berikut:
1). Sumber Belajar Insani/Komponen Sistem Instruksional saja 2). Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional berupa Bahan, Alat, Teknik dan Latar yang berfungsi melalui Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional Insani terhadap si-belajar. 3). Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional berupa Bahan, Alat, Teknik dan Latar (yang dipadukan dalam produk atau sistem instruksional dalam bentuk “pembelajaran bermedia”) yang berinteraksi dengan si-belajar dalam suasana tanggung jawab bersama dengan Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional Insani. 4). Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional berupa Bahan, Alat, Teknik dan Latar (yang terpadu dalam sistem instruksional berbentuk pembelajaran bermedia) yang berinteraksi sendiri dengan si belajar tanpa campur tangan Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional Insani.
3. Keputusan tentang
materi pembelajaran
Unsur keputusan
tentang isi/ materi pembelajaran dalam proses kurikulum untuk melaksanakan
keputusan tentang isi/materi pembelajaran di sekolah adalah dengan memahami
tujuan instruksi /visi misi sekolah. Materi pembelajaran lebih memperhatikan
tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi
pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu
sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme,
materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan
topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang nyata, misalnya
tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang
berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu,
tetapi telah diatur sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja
untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau
kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub
kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Berkenaan dengan
penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran, hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
1) Sahih (valid); dalam arti materi yang
dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan
kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang
aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke
depan.
2) Tingkat kepentingan; materi yang dipilih
benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut
penting untuk dipelajari.
3) Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat
memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu
memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan
lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut.
Sedangkan
manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Layak dipelajari; materi memungkinkan
untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan
tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan
kondisi setempat.
5) Menarik minat; materi yang dipilih
hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari
lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk
mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
4.Keputusan tentang
evaluasi pendidikan
Unsur keputusan
tentang evaluasi dalam proses kurikulum adalah unsur keputusan tentang evaluasi
dalam pendidikan tidak kalah pentingnya dengan unsur-unsur yang lain. Hal ini
diperlukan sebagai alat ukur berhasil tidaknya pengembangan kurikulum yang
telah dilaksankan disekolah, sehingga dapat diketahui apakah kurikulum yang
sudah dirancang dan dilaksankan dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Evaluasi dalam pendidikan juga bertujuan untuk menilai sejauh mana
ketepatan kurikulum dengan keadaan dan perkembangan serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi infomasi dan komunikasi seperti sekarang ini,
sehingga apabila terdapat hal-hal yang kurang tepat atau kurang sesuai dengan
perubahan zaman, maka di masa yang akan datang kurikulum dapat dirubah atau
dikembangkan dan tentunya disesuaikan dengan keadaan sekarang.
Evaluasi
merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. suatu
program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya
evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi
keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem
kurikulum tersebut. Evaluasi
merupakan salah satu komponen kurikulum penting. Hasil – hasil evaluasi
kurikulum dapat digunakan oleh
guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami
dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih
metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan
lainnya dengan
mengetahui proses
dan hasil belajar siswa.
D. Teori Pembelajaran
Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel
yang menentukan hasil belajar, atau bagaimana seseorang belajar, sedangkan teori
pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain
agar terjadi hal belajar, atau upaya mengontrol variabel-variabel yang
dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.
Berikut beberapa teori dalam pembelajaran:
- Teori
belajar adalah deskriptif karena tujuan utamanya menjelaskan proses
belajar.
- Teori belajaran adalah preskriptif
karena tujuan utamanya menetapkan metode pembelajaran yang optimal.
Teori
pembelajaran preskriptif
dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori
pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil, itulah sebabnya
variabel yang diamati dalam teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah
metode yang optimal untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, teori perspektif
adalah goal oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif goal
free (untuk memerikan hasil).
Sumber lain, Bruner (1964) diakui
oleh kalangan instructional theorist sebagai peletak dasar pengembang
teori-teori pembelajaran, di samping Skinner (1954) dan Ausubel (1968), Bruner
(1964) membuat pembedaan antara teori belajar dan teori pembelajaran. Teori
belajar adalah deskriptif, sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif.
Teori belajar mendeskripsikan adanya proses belajar, teori pembelajaran mempreskripsikan
strategi atau metode pembelajaran yang optimal yang dapat mempermudah proses
belajar.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar
Deskriptif dan Preskriptif
a.Deskriptif
Kelebihan:
- Lebih
terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan.
- Mendorong
siswa untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan
suatu tugas.
Kekurangan:
- Kurang
memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi.
b. Preskriptif
Kelebihan:
- Lebih
sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas,
banyak memberi motivasi agar dalam proses belajar dapat.
mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal.
Kekurangan:
- Membutuhkan
waktu cukup lama bahwa teori pembelajaran termasuk teori preskriptif yang
berpasangan dengan teori belajar yang termasuk teori
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Bahwa pengajaran tradisional yang
berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan
di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran model ini dipandang efektif,
terutama untuk:
- Berbagi
informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.
- Menyampaikan
informasi dengan cepat.
- Membangkitkan
minat akan informasi.
Dalam hal ini Teori belajar adalah
deskriptif, sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif. Teori belajar mendeskripsikan
adanya proses belajar, teori pembelajaran mempreskripsikan strategi atau metode
pembelajaran yang optimal yang dapat mempermudah proses belajar. Dan dari ke
dua teori tersebut mempunyai berbagai kelebihan dan ada juga kekurangan
diantaranya adalah :
a.Deskriptif
Kelebihan:
- Lebih
terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan.
- Mendorong
siswa untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam
mengerjakan suatu tugas.
Kekurangan:
- Kurang
memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi.
b. Preskriptif
Kelebihan:
- Lebih
sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas,
banyak memberi motivasi agar dalam proses belajar dapat.
mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal.
Kekurangan:
Membutuhkan waktu cukup lama bahwa teori
pembelajaran termasuk teori preskriptif yang berpasangan dengan teori belajar
yang termasuk teori
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar